Fatimah Kartini Bohang
- Kompas
Tekno
Selasa, 17 Mei 2016 | 16:12 WIB
Selasa, 17 Mei 2016 | 16:12 WIB
Media sosial Steller yang
memadukan rentetan foto dan video dalam satu postingan mulai digandrungi di
Indonesia.
KOMPAS.com — Belakangan, linimasa Facebook dan Instagram di Indonesia ramai
dibanjiri konten dari media sosial Steller. Netizenberbondong-bondong
memamerkan kisah perjalanan, kuliner, fashion,
dan hal-hal keseharian lainnya. Banyak yang kemudian bertanya, "Apa itu
Steller?"
Steller merupakan singkatan dari storyteller alias penutur cerita atau pendongeng. Steller menyediakan semua elemen untuk bercerita, meliputi teks, foto, dan video. Dari namanya, Steller seyogianya mampu memenuhi hasrat netizenuntuk bercerita di ranah maya, khususnya lewat jalur mobile.
Lalu, apa yang membuat Steller begitu spesial? Menghadirkan semua jenis konten tentu bukan hal baru di industri media sosial. Kita lebih dulu mengenal Facebook yang juga mengakomodasi kemampuan tersebut. Bahkan, kini Facebook bisa dibilang lebih lengkap dengan adanya akses ke foto dan video 360 derajat. Path tak jauh beda dari Facebook. Media sosial bernuansa merah itu paling laku di Indonesia karena dianggap sesuai dengan karakternetizen Tanah Air.
Ada pula Instagram, Snapchat, dan Twitter, yang cukup signifikan
menyita waktu netizen.
Masing-masing juga menyediakan konten teks, foto, dan video.
Buat pamer
Meski begitu, esensi Steller sejatinya tak hanya berkutat pada kelengkapan elemen komunikasinya. Pencetus tanda pagar (#)#StellerID, Dita Wistarini, memaparkan opininya tentang media sosial tersebut.
Ia mengindikasikan Steller sebagai media sosial yang cocok untuk semua karakter pengguna media sosial, baik anak Twitter, anak Path, anak blog, anak Instagram, hingga anak YouTube.
"Mau dipakai buat bercerita bisa. Mau dipakai buat showcasing skillsambil bercerita bisa. Buat tutorial juga oke," kata dia, sebagaimana tertera pada akun Steller pribadinya, dan dihimpun KompasTekno, Selasa (17/5/2016).
Meski begitu, esensi Steller sejatinya tak hanya berkutat pada kelengkapan elemen komunikasinya. Pencetus tanda pagar (#)#StellerID, Dita Wistarini, memaparkan opininya tentang media sosial tersebut.
Ia mengindikasikan Steller sebagai media sosial yang cocok untuk semua karakter pengguna media sosial, baik anak Twitter, anak Path, anak blog, anak Instagram, hingga anak YouTube.
"Mau dipakai buat bercerita bisa. Mau dipakai buat showcasing skillsambil bercerita bisa. Buat tutorial juga oke," kata dia, sebagaimana tertera pada akun Steller pribadinya, dan dihimpun KompasTekno, Selasa (17/5/2016).
KompasTekno pun mencoba menjajal Steller dan berselancar ke berbagai akun.
Dari situ, kami menemukan beberapa poin yang menjadikan Steller layak bagi
sebagian orang.
Poin paling utama adalah prinsip "sama rata sama rasa" yang kental pada platform tersebut. Saat bercerita, pengguna bukan cuma boleh menggunakan teks, foto, dan video, tetapi "wajib" menggabungkan semuanya secara adil.
Poin paling utama adalah prinsip "sama rata sama rasa" yang kental pada platform tersebut. Saat bercerita, pengguna bukan cuma boleh menggunakan teks, foto, dan video, tetapi "wajib" menggabungkan semuanya secara adil.
Tak ada format konten yang jadi anak emas dan anak tiri. Tak ada
yang utama dan yang melengkapi. Sebab, esensi Steller adalah kesatuan dan
keutuhan cerita. Teks, foto, dan video berkedudukan sama dan saling membutuhkan
satu sama lain untuk membentuk alur kisah yang runut.
Beda halnya dengan Instagram, Twitter, ataupun Snapchat.
Instagram cenderung disesaki orang-orang yang gemar berekspresi lewat foto,
sedangkan Twitter lebih ke teks, dan Snapchat lebih ke video.
Di Instagram, netizen mungkin bakal mengunggah beberapa foto
sebagai oleh-oleh sehabis melancong ke sebuah kota. Lain halnya di Steller, di
mana pengguna bisa bercerita lebih lengkap dan panjang lebar hanya dalam satu
unggahan yang menggabungkan semua konten.
Baru di Indonesia
Bagaimanapun, Steller hadir sebagai oasis di tengah kemapanan platform populer semacam Facebook dan Instagram. Media sosial asal San Francisco, AS, tersebut sebenarnya sudah ada sejak 2014 lalu. Adalah kakak beradik Brian McAniff dan Karen Poole yang melahirkan Steller ke jagat maya. McAniff adalah perancang user experience (UX), sedangkan Poole memiliki hasrat kuat pada bidang desain visual. Di Indonesia, kiprah Steller baru dimulai pada awal April 2016 untuk perangkat iOS. Pada minggu pertamanya, Steller sudah mengumpulkan ratusan cerita netizen Tanah Air.
Bagaimanapun, Steller hadir sebagai oasis di tengah kemapanan platform populer semacam Facebook dan Instagram. Media sosial asal San Francisco, AS, tersebut sebenarnya sudah ada sejak 2014 lalu. Adalah kakak beradik Brian McAniff dan Karen Poole yang melahirkan Steller ke jagat maya. McAniff adalah perancang user experience (UX), sedangkan Poole memiliki hasrat kuat pada bidang desain visual. Di Indonesia, kiprah Steller baru dimulai pada awal April 2016 untuk perangkat iOS. Pada minggu pertamanya, Steller sudah mengumpulkan ratusan cerita netizen Tanah Air.
Sebulan setelahnya, atau pada awal Mei ini, aplikasi Steller resmi hadir di Android. Sekitar 10.000-an pengguna Android sudah mengunduh aplikasi tersebut. Beberapa sosok terkenal yang sudah bergabung di Steller adalah artisDian Sastrowardoyo, penulis Dewi Lestari, sutradara Angga Dwimas Sasongko, pelukis Eko Nugroho, ilustrator Rukmunal Hakim, fotograferArbain Rambey, dan jurnalis senior Wisnu Nugroho. Untuk mulai memakai Steller dan bergabung dalam komunitas pengguna Steller, Anda bisa mengunduh aplikasi tersebut lewat Apple App Store atau Google Play Store.
Editor
|
: Reza Wahyudi
|
http://tekno.kompas.com/read/2016/05/17/16125477/baru.ramai.di.medsos.indonesia.apa.itu.steller.?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=kpoprd
0 komentar:
Posting Komentar